Senja mulai datang, matahari mulai
tertutup bukit didekat rumahku. Kini langit mulai terlihat gelap. Aku
duduk di teras rumah, memandang betapa singkatnya hidup ini, betapa singkatnya
hari ini, betapa singkatnya bulan Ramadhan tahun ini. Aku berharap saat
matahari muncul kembali esok hari, aku masih berada di bulan Ramadhan. Tapi takbir
sudah berkumandang di sekitarku. Saat yang paling kutunggu selama bulan
Ramadhan adalah hari ini, senja sebelum berakhirnya bulan Ramadhan. Senja
dimana mulai terdengar seruan takbir, saat menanti diri kita untuk kembali ke
fitrah, hari dimana aku bisa melihat anak kecil bermain kembang api seperti
saat ini. Membuatku kembali mengingat masa kecilku, mengingat saat aku masih
bisa berkumpul bersama di teras ini. Memandang mereka, pikiranku menerawang ke
masa satu tahun yang lalu. Masa senja terakhir sebelum lebaran tahun lalu.
1 TAHUN YANG LALU.
Senja
sebelum lebaran seperti ini adalah hari yang sangat kutunggu setelah satu bulan
berpuasa. Senja saat aku bisa berkumpul bersama keluargaku, setelah satu tahun
lamanya aku berpisah dengan ayahku. Senja
saat aku mulai bisa mendengar seruan nama Alloh yang bersahut dengan suara
kembang api dan saat aku bisa memandang langit yang mulai berganti warna. Senja
itu aku bisa duduk dan ngobrol di teras bersama Ayah dan Ibuku. Kami keluarga
yang sangat sederhana, ayahku hanya seorang buruh tani di tempat yang jauh
dariku, Kalimantan. Sedangkan Ibuku hanya seorang Ibu rumah tangga. Dan aku
anak semata wayang yang sangat mereka sayangi, aku tahu persis itu.
Saat berkumpul seperti ini pasti ayah akan menceritakan apa yang ia kerjakan
satu tahun ini. Saling berbagi cerita selama kita jauh satu sama lain karena
suatu tuntutan hidup. Aku bahagia bisa terlahir dan berada ditengah-tengah
keluarga ini, sangat bersyukur karena Alloh memberiku orang tua penuh tanggung
jawab seperti mereka. Saat Ayahku sedang bercerita, aku bertanya pada Ayahku.
“Yah, menurut ayah apa si arti terbit dan terbenamnya matahari ?” dengan gaya
bicara Ayah yang khas dia menjawab , “Bagi Ayah, matahari itu ibarat diri kita
sendiri. Ada saatnya kita bermanfaat untuk orang lain, ada kalanya orang
benci dengan adanya kita. Dan ada waktunya matahari terbenam, ada kalanya hidup
kita berakhir. Dan saat matahari kembali terbit artinya kita tetap bisa memberi
manfaat pada orang lain meski kita sudah tidak ada. Karena sebenarnya kita
selalu ada untuk orang-orang yang menyayangi kita. Karena matahari sebenarnya
selalu bersinar, entah itu terlihat oleh kita ataupun tidak.” Ayahku berhenti dan
tersenyum ke arahku.
0 komentar:
Post a Comment