Friday, November 22, 2013

SEPANJANG JALAN KE A204



“hey, kamu masih marah?” tiba-tiba laki-laki yang ada di pikiran beberapa detik yang lalu sudah duduk di sebelahku. 

“siapa si yang marah ? kok dari kemaren nanyanya begitu terus.” Aku langsung mencabut carger laptop di tembok gazebo gedung A. Menshut down laptopku dan memasukkannya kedalam tas. Aku beranjak dan mengurungkan niatku untuk mendownload materi yang belum sempat aku download akhir-akhir ini. “Aku pergi dulu ya?” tanpa menunggu jawaban dari laki-laki di sebelahku, aku langsung berjalan ke arah kelasku berikutnya di A204.

“Tuh kan ? masih bisa ngomong ga marah? Terserah deh.”

Samar aku mendengar kata-katanya yang terakhir dan sepertinya saat ini dia berjalan di belakangku. Tapi aku sedang tidak ingin ngobrol banyak dengan laki-laki yang sudah menjadi teman terdekatku selama 3 tahun aku di universitas ini. Dia laki-laki jomblo yang suka ngasih harapan palsu ke cewe-cewe. Suka ngikutin duduk di bangku paling depan di mata kuliah yang aku suka. Suka tiba-tiba datang ke kontrakanku dan minta indomie kuah rasa ayam bawang gratis. Suka maksa makan batagor di kantin Soedirman yang porsinya super. Dia juga laki-laki yang mengaku bahwa dirinya bukan tipe orang yang mudah percaya, dan dia bilang aku beruntung karena dia mempercayaiku untuk segala hal. dia laki-laki yang tidak pernah membalas “tidak” untuk setiap smsku yang menyuruhnya datang tiba-tiba. Tidak pernah mau mentraktirku jika aku makan makanan yang tidak disukainya. Tidak pernah mengerjakan tugasnya sebelum aku selesai mengerjakan dan sepertinya aku baru memikirkan ini semua. Terlalu banyak kesukaannya dan kebiasaanya yang aku tahu selama aku bersama dia tiga tahun ini. 

Dia cuma sahabatku yang selalu membuat anak-anak lain menganggap kami punya hubungan lain. Karena kami terlalu dekat sepertinya. Dan apa alasanku seperti ini sejak 2 hari yang lalu ? sepertinya aku tak berhak seperti ini setelah dua hari yang lalu dia mengabaikanku gara-gara calon korban PHPnya yang baru. aku sadar, aku salah ya Tuhan. 

Aku sampai di depan A204, berhenti sejenak dan menoleh ke belakang. Dia masih di belakangku. “apa-apaan si ngikut-ngikut. Aku salah, aku minta maaf. Sana pergi.”



“jadi sepanjang jalan tadi merenung? Terus tiba-tiba sadar kalo kamu cemburu? Eh salah maksud aku kamu ngerasa salah? Oke sampai ketemu nanti.” Diakhir kata-katanya dia tertawa kecil, terlihat puas atas kemenangannya setelah perang dingin 3 hari ini dan langsung berbalik arah pergi menuju kelasnya. Aku langsung masuk kelas dan duduk, masih dengan tanda tanya besar di pikiranku tentang kesukaanku pada laki-laki di layar ponsel yang ada di tanganku saat ini.


0 komentar:

Post a Comment