thanks rain ....
(prolog)
“Saya Adriana dari kelas XI IPA 3 di staf publikasi. Terimakasih.” Setelah memperkenalkan diri dengan sangat singkat, aku kembali duduk dan kembali fokus pada HP di tanganku.
“Didengerin dong dri, biar lo tau anak-anaknya.” Bisik cowo disebelahku.
“Tau ah, ngantuk gue ki.” Aku langsung menyandarkan diri ke cowo di sebelahku dan mengistirahatkan kepalaku di pundaknya, kembali mendengarkan perkenalan diri satu persatu panitia dengan malas.
Setelah dipaksa teman semejaku dan sahabatku akhirnya siang hari ini aku duduk disini. Di pendopo sekolah bersama seluruh panitia bakti sosial SMA harapan 2013 yang jumlahnya sekitar empatpuluhan. Di jam yang seharusnya aku gunakan untuk makan siang yang sudah terlambat dua jam dari waktu yang semestinya.
Saat ini disebelahku ada Zaki yaitu sahabatku sejak aku pindah rumah dari Surabaya ke Jakarta. Saat itu aku duduk di kelas 2 SMP dan Zaki berada satu tingkat di atasku yaitu kelas 3 SMP. Rumahnya berseberangan dengan rumah baruku, jadi Zakilah teman pertamaku saat aku menjadi penduduk di Ibukota. Karena title ‘sahabat’ inilah dia menjadi salah satu orang yang membuatku berada disini hari ini. Dia yang menjabat sebagai koordinator publikasi memaksaku menjadi stafnya karena dia bilang membutuhkan bantuanku. Ya meskipun sampai sekarang aku masih bingung bantuan seperti apa yang dia maksudkan karena aku sama sekali tidak jago dalam pembuatan desain grafis, tapi aku merasa tidak enak jika harus menolak permintaannya.
Sedangakan satu orang lagi yang menjadi penyebab aku duduk disini sekarang ini adalah teman semejaku yang saat ini duduk jauh dari tempatku karena dia berada di divisi yang berbeda denganku yaitu di divisi acara. Aku masih ingat bagaimana Sofi mengancamku untuk ikut kepanitiaan ini satu minggu yang lalu.
“Dri, kalo lo sampe ngga ikut kepanitiaan ini jangan harap lo dapet contekan tugas Fisika dari gue ya.”
Benar-benar diluar dugaan, kalau teman semejaku yang terkenal baik hati ini bisa mengeluarkan kata-kata yang berdampak sangat besar untuk pendengarnya. Entah darimana dia belajar mengancam orang seperti itu, tapi yang jelas itu bukan keahliannya sama sekali. Dan pada akhirnya memang tidak ada pilihan lain selain aku mengikuti kepanitiaan ini sesuai keinginan dua orang terdekatku itu. Dan disinilah sekarang aku, menahan ngantuk menunggu berpuluh-puluh anak mengenalkan diri sampai selesai.
“gue ngobrol sebentar sama ketuanya dri, lo tunggu disini ya.” Belum aku memberi respon, Zaki suda berjalan dengan langkah lebarnya membuatku hanya mengangguk berkali-kali pada diriku sendiri.
“hay, adri.” Aku merasakan tepukan di pundakku. Belum sempat aku menoleh tiba-tiba seseorang duduk di sebelahku dan tersenyum ke arahku.
0 komentar:
Post a Comment