1
Adriana Farzana
“hay, adri.” Aku merasakan tepukan di pundakku. Belum sempat aku menoleh tiba-tiba seseorang duduk di sebelahku dan tersenyum ke arahku.
Meski suasana hatiku tidak sedang begitu baik, tapi aku tetap mencoba bersikap ramah dengan membalas senyumnya dengan senyum yang semoga terlihat tidak seperti senyum terpaksa. Jujur aku tidak tau siapa nama cowo yang sekarang ini duduk di sebelahku, yang aku tahu dia juga salah satu panitia acara bakti sosial ini karena tadi aku sempat melihatnya sekilas saat acara perkenalan. Dan seperti yang kalian tahu aku tidak benar-bebar menyimak acara perkenalan tadi, jadi wajarlah kalau aku tidak tahu siapa cowo sok kenal disampingku ini. Ya meskipun aku akui 99% kalo cowo di sampingku ini punya wajah yang super manis. Ditambah lagi dia punya senyum yang bakalan sukses bikin siapapun cewe yang disenyumin langsung bersedia jadi pacarnya kapanpun dia minta, minus aku mungkin. Haha. Yang jelas aku ngga kenal cowo ini dan saat ini aku sedang tidak ingin basa-basi jadi aku memilih fokus pada games di handphoneku.
Setelah beberapa saat saling diam, tiba-tiba dia menyodorkan tangannya yang mau tidak mau membuatku beralih dari layar handphoneku. Mungkin sejak tadi dia juga bingung mau memulai obrolan seperti apa, karena begitu aku membalas senyumnya aku langsung kembali fokus pada handphoneku. Dengan malas aku menatap ke wajahnya takut kalau ternyata dia kaka kelas dan aku akan dicap sebagai junior songong. Tapi lagi-lagi aku disuguhi senyum mautnya itu yang membuatku refleks ikut tersenyum. Dasar tukang tebar pesona.
“gue Gilang.” Aku kaget mendengar dia memperkenalkan diri dan dengan ragu aku membalas jabatan tangannya.
“gue adri.” Jawabku masih dengan beberapa pertanyaan yang muncul di otakku.
“iya gue tau kok. Nama lengkap lo siapa? Lo staf publikasi kan, temennya Lola?” Aku hanya menganggukan kepala sebagai jawaban atas pertanyaannya yang justru menimbulkan pertanyaan baru dalam otakku.
“hey kok malah diem. Pertama, gue tau kalo lo pasti ga tau nama gue karena gue liat selama perkenalan tadi lo sibuk sama pikiran lo sendiri.” Nah. Kena banget ke pertanyaan yang ngga terucap di otakku. Tapi apa? jadi dia merhatiin gue selama sesi perkenalan tadi?
“kedua, gue tau lo adri dan lo staf publikasi karena lo sendiri yang tadi ngenalin diri, dan ketiga gue tau lo temennya Lola karena Lola bilang ke gue kalo sahabatnya juga ikut dikepanitiaan ini.” nah kena lagi, ini orang bisa baca pikiranku atau memang aku yang terlalu mudah dibaca? Sekali ucap pertanyaan-pertanyaan di otakku terjawab tanpa harus aku tanyakan.
“dan yang terakhir, gue sekarang tau kalo sahabatnya Lola ternyata selucu ini.” Belum sempat mencerna kalimat terakhir cowo ini, aku merasakan dia mengelus puncak kepalaku. Kemudian aku mendangar tawa kecilnya yang aku balas dengan tatapan tidak sukaku, karna demi apapun ya cowo disampingku ini super sok kenal.
Lola ngasih tau dia kalo gue sahabatnya dia? Emang ada hubungan apa diantara mereka berdua? Kok bisa-bisanya dia kenal sama orang antik begini. Yang jadi pertanyaan disini sebenarnya dia satu angkatanku atau bukan ya? Karena yakin seyakin yakinnya, meskipun aku tidak terlalu peduli dan jarang mengikuti kegiatan sekolah ataupun ekstrakulikuler, tapi aku paham tidak ada cowo dengan muka seperti ini di angkatanku. Jadi kesimpulannya dia adik atau kakak kelas, karena kelas sepuluh kan di ujung kanan sekolah dan kelas duabelas di ujung kiri jadi wajar kalau aku asing dengan wajahnya. Secara aku di sekolah hanya di kelas ke kantin ke kelas lagi dan jarang ngecengin kaka atau adik kelas dengan jalan-jalan di area mereka. Itu bukan aku banget.
Dan tunggu, tadi dia bilang gue lucu? Ya tuhan tukang gombal di kehidupan gue makin bertambah. Apa tidak cukup teman-teman kelasku saja yang jadi tukang gombal? Kenapa cowo semanis dia harus menjadi bagian dari mereka?
Tadi gue bilang dia manis? Ya Tuhan.
0 komentar:
Post a Comment